Mantan Ketua KPK Antasari Azhar |
AksiBerita - Pertimbangan Mahkamah Agung (MA) menjadi dasar Presiden Joko Widodo mengampuni mantan ketua KPK Antasari Azhar. Setidaknya, ada dua hal yang menjadi catatan MA ketika memberi pertimbangan grasi untuk Antasari.
Juru bicara MA Suhadi menyebutkan dua pertimbangan tersebut. Pertama, terlepas dari pidana pembunuhan yang telah berkekuatan hukum tetap, Antasari dianggap berjasa kepada negara.
" Kedua, ada syarat pernyataan dari keluarga korban kasus itu yang mendukung sikap pengajuan grasi Antasari,
Korban dimaksud yaitu mendiang Nasurdin Zulkarnaen, Direktur PT Putra Rajawali Banjaran, yang tewas ditembak, Maret 2009. Suhadi menyebut, grasi tersebut tidak ada kaitannya dengan pembuktian versalah atau tidak dalam pokok perkara Antasari.
Bagi MA dan dimata Hukum, kasus Antasari sudah berkekuatan hukum tetap dan dia terbukti melakukan pembunuhan terhadap Nasrudin. Pertimbangan MA melihat sisi lain dari diri Antasari yang dapat mendukung pemberian grasi.
" Grasi adalah minta ampun ke Presiden. Jadi dari sisi lain, Dilihat MA, siapa itu sosok Antasari," tutur Suhadi.
Baca juga di : Bantahan Kapolda Metro Bahas Perkara Antasari Bersama Jokowi
Bagi tim kuasa hukum Antasari, pemberian grasi itu bearti membuka peluang bagi kliennya untuk kembali berkiprah dalam kancah politik. Antasari jadi leluasa untuk menggunakan hak politik : memilih dan dipiih dalam berbagai jabatan publik.
Merujuk Undang undang (UU)Nomor 8-2015 tentang perubahan atas UU Nomor 1- 2015 tentang pemilihan Gubernur, Bupati, dan wali kota, Antasari memang bisa menikmati hak politiknya. Hal ini karena pasal 7 huruf G UU tersebut telah dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK).
Pasal itu sebelumnya melarang setiap orang yang pernah dipidana penjara selama lima tahun atau lebih untuk mencalonkan diri.Namun sejak putusan MK pada Juli 2015, pasal itu dinyatakan batal.
Meski demikian, ada aturan lain nya yang membatasi ruang gerak Antasari dipanggung politik.UU 8 - 2012 tentang Pemilihan Umum anggota DPR, DPD, dan DPRD tetap melarang mereka yang pernah dipenjara lima tahun atau lebih untuk mencalonkan diri.
Ketentuan hukum tersebut secara jelas tercantum dalam pasal 51 ayat 1 huruf G yang berbunyi, tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih.
Baca Juga Di ; Antasari dan Iriawan, Pulang Bersama Dengan Status Berbeda
Tak sampai disitu, lanjut andi, Menteri Hukum dan Ham Yasonna Laoly juga pernah menyatakan tentang kejanggalan pembunuhan Nasrudin dengan terpidana Antasari.
" Seperti yang saya pernah bilang, sebetulnya ada sesuatu mengenai kasus beliau. Keluarga Narudin mengatakan sering ketemu dan banyak kejanggalan, baik dari hasil forensik dan lain lain," kata Yasonna.
Baca Juga Di : Antasari Meminta SBY Bantu Bongkar Kasusnya
Secara politis, grasi Jokowi memang membuka peluang berbagai pihak untuk menerjemahkan secara bebas. Apalagi publik tahu bahwa grasi itu diberikan oleh penguasa saat ini yang selalu berseberangan dengan pemerintahan sebelumnya di bawah pimpinan Susilo Bambang Yudhoyono.
Antasari yang merasa dirinya menjadi korban kekuasaan pemerintahan saat itu, bahkan tak pernah mengajukan grasi selama menjalani masa hukuman saat SBY berkuasa.
“Enggak mungkinlah Pak Antasari minta grasi di era Pak SBY. Meskipun akan ditembak, enggak mungkin minta grasi waktu itu,” kata Boyamin kepada CNNIndonesia.com.
Tetapi saat ini Antasari seperti di atas angin. Dengan Keputusan Presiden (Keppres) pemberian grasi di tangan, mendapat ‘dukungan’ penguasa saat ini, bukan mustahil Antasari melakukan ‘serangan balik’.
Baca Juga Di : Janggal Kasus Antasari dan 'Bukti Kemeja yang Dihilangkan'
Pernyataan Andi bisa jadi benar bahwa grasi Antasari tak sekadar pengampunan. Grasi itu bisa mengokohkan langkah Antasari untuk membongkar kasusnya dan membuktikan ucapan yang selama ini dia dengungkan: kasusnya direkayasa
Bagi tim kuasa hukum Antasari, pemberian grasi itu bearti membuka peluang bagi kliennya untuk kembali berkiprah dalam kancah politik. Antasari jadi leluasa untuk menggunakan hak politik : memilih dan dipiih dalam berbagai jabatan publik.
Merujuk Undang undang (UU)Nomor 8-2015 tentang perubahan atas UU Nomor 1- 2015 tentang pemilihan Gubernur, Bupati, dan wali kota, Antasari memang bisa menikmati hak politiknya. Hal ini karena pasal 7 huruf G UU tersebut telah dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK).
Pasal itu sebelumnya melarang setiap orang yang pernah dipidana penjara selama lima tahun atau lebih untuk mencalonkan diri.Namun sejak putusan MK pada Juli 2015, pasal itu dinyatakan batal.
Meski demikian, ada aturan lain nya yang membatasi ruang gerak Antasari dipanggung politik.UU 8 - 2012 tentang Pemilihan Umum anggota DPR, DPD, dan DPRD tetap melarang mereka yang pernah dipenjara lima tahun atau lebih untuk mencalonkan diri.
Ketentuan hukum tersebut secara jelas tercantum dalam pasal 51 ayat 1 huruf G yang berbunyi, tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih.
Baca Juga Di ; Antasari dan Iriawan, Pulang Bersama Dengan Status Berbeda
Tak sampai disitu, lanjut andi, Menteri Hukum dan Ham Yasonna Laoly juga pernah menyatakan tentang kejanggalan pembunuhan Nasrudin dengan terpidana Antasari.
" Seperti yang saya pernah bilang, sebetulnya ada sesuatu mengenai kasus beliau. Keluarga Narudin mengatakan sering ketemu dan banyak kejanggalan, baik dari hasil forensik dan lain lain," kata Yasonna.
Baca Juga Di : Antasari Meminta SBY Bantu Bongkar Kasusnya
Secara politis, grasi Jokowi memang membuka peluang berbagai pihak untuk menerjemahkan secara bebas. Apalagi publik tahu bahwa grasi itu diberikan oleh penguasa saat ini yang selalu berseberangan dengan pemerintahan sebelumnya di bawah pimpinan Susilo Bambang Yudhoyono.
Antasari yang merasa dirinya menjadi korban kekuasaan pemerintahan saat itu, bahkan tak pernah mengajukan grasi selama menjalani masa hukuman saat SBY berkuasa.
“Enggak mungkinlah Pak Antasari minta grasi di era Pak SBY. Meskipun akan ditembak, enggak mungkin minta grasi waktu itu,” kata Boyamin kepada CNNIndonesia.com.
Tetapi saat ini Antasari seperti di atas angin. Dengan Keputusan Presiden (Keppres) pemberian grasi di tangan, mendapat ‘dukungan’ penguasa saat ini, bukan mustahil Antasari melakukan ‘serangan balik’.
Baca Juga Di : Janggal Kasus Antasari dan 'Bukti Kemeja yang Dihilangkan'
Pernyataan Andi bisa jadi benar bahwa grasi Antasari tak sekadar pengampunan. Grasi itu bisa mengokohkan langkah Antasari untuk membongkar kasusnya dan membuktikan ucapan yang selama ini dia dengungkan: kasusnya direkayasa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar